Seorang Petani Yang Baik Hati
Nama: Chelsea olivia
Kelas: V11-A
Zaman dahulu kala tersebutlah seorang Bapak Petani yang sangat miskin sekali, dia tinggal jauh di suatu desa terpencil. Hidup hanya sebatang kara tidak punya sanak keluarga yang tinggal bersamanya.
Musim dingin akan segera tiba, dia tidak mempunyai sedikit pun makanan serta kayu bakar yang dapat menghangatkan dirinya kala musim dingin itu datang.
Hari ini rencananya sang bapak petani tua itu akan berangkat pergi ke pasar untuk mencari pekerjaan apa saja yang penting menghasilkan uang untuk membeli kebutuhan hidupnya selama musim dingin tiba.
Maka keluarlah sang bapak tua ini dari rumahnya yang hanya pantas di bilang sebuah gubuk tua yang memang sudah tidak layak untuk di tempatinya, namun mau kemana lagi dia pergi dan terpaksa dia tinggal di situ saja.
Baru saja berjalan beberapa langkah, dilihatnya sebutir telur yang tergeletak di atas jalan tanah yang sedikit bersalju.
Lalu sang bapak tua mengambil butir telur tersebut dan kembali lagi masuk kedalam rumahnya, di simpanlah telur itu di dalam kardus dan menyelimutinya dengan kain seadanya yang terdapat di rumahnya.
Selanjutnya sang bapak petani tua ini pun berlalu meninggalkan rumahnya melanjutkan perjalanannya pergi ke pasar mencari pekerjaan di sana.
Sepulang dari pasar, sang bapak tani memeriksa keadaan telur yang tadi pagi dia temukan, lalu mengganti bungkus telur dengan kain yang lain yang lebih tebal, agar telur tersebut tetap terjaga kehangatannya.
Telaten sekali sang bapak petani ini merawat telur itu dari hari ke hari sampai pada suatu saat telur itu pun menetas, terlihatlah kini anak burung yang baru menetas.
Ternyata telur itu adalah telur dari seekor burung camar yang terjatuh dari pelukkan sang induk ketika pergi ke selatan mencari daerah atau tempat yang lebih hangat.
Bapak petani tua ini sangat sayang sekali kepada anak burung camar itu setiap hari ketika dia mempunyai makanan tentu saja selalu berbagi dengannya.
Namun tidak akan selamanya dia bersama sang burung kesayangannya itu suatu saat nanti setelah besar dan dapat terbang jauh, tentu saja sang burung camar akan pergi kembali ke kelompok habitatnya.
Dengan perasaan sedih, sang bapak petani ini pun akhirnya melepaskan burung camar kesayangannya untuk pergi ke selatan mencari kelompoknya yang sudah duluan ada di sana, tempat yang hangat untuk kawin dan membesarkan anak-anak mereka.
Burung camar itu pun pergi terbang meninggalkan sang bapak petani tua yang terdiam sendirian terpaku menatap ke pergiannya.
Lama berselang setelah burung itu di lepaskan sang bapak petani, dia kini terkena sakit yang lumayan serius.
Badannya demam dan seluruh tenaganya hampir hilang, lemas sekali kondisi badan sang bapak petani ini, serta hari itu dia tidak memegang sedikit pun uang untuk membeli obat-obatan dan makanan.
Pikiran jauh menerawang kemana saja, "seandainya aku punya anak atau punya istri atau punya saudara atau kerabat pasti aku tidak akan sesusah ini."
"Tok, tok, tok,...," terdengar tiga kali ketukan di pintu depan rumahnya.
"Siapa!" pikirnya, sebab hampir selama ini rumahnya tidak pernah kedatang tamu yang berkunjung.
Mata dipelot-pelotkan setengah tidak percaya apa yang di lihatnya kini, sang burung camar itu datang lagi berkunjung ke rumahnya.
Burung camar itu pun masuk ke dalam rumahnya dan di paruhnya terjepit benih yang kemudian di letakkan sang burung itu di depan sang bapak petani.
Sang bapak petani mengambil air minum untuk burung camar ini dan memberinya minum sambil berkata, "musim dingin seperti sekarang ini tidak mungkin kita bisa menanam benih, camar," katanya.
"Sebab tidak akan mungkin tumbuh, dan benih apakah yang kamu bawa ini, camar?" tanyanya kepada burung camar yang tidak mungkin menjawab karena tidak bisa berbicara.
Benih yang tadi di taruh di depan tempat duduk bapak petani itu pun di ambilnya lagi dengan paruhnya dan sang burung keluar dari tempat itu lalu menggali tanah sampai berlubang dengan paruhnya.
Benih itu pun sudah masuk ke lubang yang di gali sang burung camar, tertanam di depan halaman rumah sang bapak petani, menjelang senja hari datang, sang burung camar pulang terbang kembali pergi meninggalkan sang bapak petani tua yang sedang sakit.
Diiring tatapan mata sang bapak petani tua, burung camar itu pergi terbang pulang kembali kesarangnya yang jauh entah di mana.
Tidak terasa malam pun telah berganti pagi, sang ayam jantan sudah terdengar berkokok-kokok bersautan, terdengar suara tersebut di kejauhan dari tempat tinggal rumah bapak petani tua.
Di musim dingin seperti ini sang mentari pagi di ufuk timur masih enggan untuk keluar dari peraduannya untuk menerangi belahan dunia tempat bapak petani tua itu tinggal.
Masih terhalang kabut tebal yang senantiasa berkumpul berduyun-duyun dan juga hujan salju yang mulai turun di musim itu.
Dengan sisa tenaganya sang bapak petani tua ini membuka pintu depan rumahnya mencari udara segar pagi hari, dan membiarkan udara pagi masuk menggantikan udara kotor yang telah semalaman berada di dalam rumahnya.
Dan apa yang terlihat di depan halaman rumah tuanya yang sudah jelek, terlihat sebuah pohon telah tumbuh di depan halaman.
"Mungkinkah ini benih yang ditanam burung camar kemarin sore dan telah tumbuh dan berbuah pula", pikirnya dalam hati.
Dihampirinya pohon tersebut dan karena lapar dari kemarin, tidak banyak pikir panjang di petik saja beberapa buah dan di makan masuk kedalam perut tanpa ragu, buah yang sudah ranum itu pun di telannya.
Rasanya sangat enak sekali di mulut sang bapak petani tua itu, dan yang lebih aneh lagi segala rasa sakit yang terasa di badannya telah hilang dengan sendirinya, kini dia mendadak sembuh dan tenaganya pulih kembali bahkan lebih kuat dan segar dari sebelumnya.
"Buah apakah yang barusan aku makan?" pikirnya, "membuatku kini merasa bersemangat kembali serta tidak loyo dan segala penyakit yang aku rasakan telah hilang begitu saja."
Akhirnya sang bapak petani tua itu menamakan buah tersebut dengan sebutan "Dewa" yang sangat manjur serta berkhasiat.
Dan ajaibnya pohon tersebut selalu berbuah setiap harinya serta banyak pula bisa untuk di jual oleh sang bapak petani tua.
Banyak sudah orang yang membeli buah dewa ini karena mempunyai khasiat yang sangat bagus buat kesehatan badan seseorang yang telah memakannya, tentu saja sekarang sang bapak petani tidak susah-payah lagi dalam mencari uang.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupannya sehari-hari, kini telah di dapat uang yang cukup banyak namun dia tetap saja tidak sombong dan selalu berbaik hati kepada siapa saja.
Banyak sudah orang yang mencari buah Dewa yang berkhasiat ini, sampai dari luar daerahnya dan mungkin dari tempat yang lebih jauh dari tempat tinggalnya.
Pertolongan yang tulus dengan niat baik dan bagus yaitu menolong tanpa pamrih, pasti suatu hari akan berbuah bagus dan baik pula yang akan mendatangi kehidupan siapa pun. Sekian.
Sang bapak petani mengambil air minum untuk burung camar ini dan memberinya minum sambil berkata, "musim dingin seperti sekarang ini tidak mungkin kita bisa menanam benih, camar," katanya.
"Sebab tidak akan mungkin tumbuh, dan benih apakah yang kamu bawa ini, camar?" tanyanya kepada burung camar yang tidak mungkin menjawab karena tidak bisa berbicara.
Benih yang tadi di taruh di depan tempat duduk bapak petani itu pun di ambilnya lagi dengan paruhnya dan sang burung keluar dari tempat itu lalu menggali tanah sampai berlubang dengan paruhnya.
Benih itu pun sudah masuk ke lubang yang di gali sang burung camar, tertanam di depan halaman rumah sang bapak petani, menjelang senja hari datang, sang burung camar pulang terbang kembali pergi meninggalkan sang bapak petani tua yang sedang sakit.
Diiring tatapan mata sang bapak petani tua, burung camar itu pergi terbang pulang kembali kesarangnya yang jauh entah di mana.
Tidak terasa malam pun telah berganti pagi, sang ayam jantan sudah terdengar berkokok-kokok bersautan, terdengar suara tersebut di kejauhan dari tempat tinggal rumah bapak petani tua.
Di musim dingin seperti ini sang mentari pagi di ufuk timur masih enggan untuk keluar dari peraduannya untuk menerangi belahan dunia tempat bapak petani tua itu tinggal.
Masih terhalang kabut tebal yang senantiasa berkumpul berduyun-duyun dan juga hujan salju yang mulai turun di musim itu.
Dengan sisa tenaganya sang bapak petani tua ini membuka pintu depan rumahnya mencari udara segar pagi hari, dan membiarkan udara pagi masuk menggantikan udara kotor yang telah semalaman berada di dalam rumahnya.
Dan apa yang terlihat di depan halaman rumah tuanya yang sudah jelek, terlihat sebuah pohon telah tumbuh di depan halaman.
"Mungkinkah ini benih yang ditanam burung camar kemarin sore dan telah tumbuh dan berbuah pula", pikirnya dalam hati.
Dihampirinya pohon tersebut dan karena lapar dari kemarin, tidak banyak pikir panjang di petik saja beberapa buah dan di makan masuk kedalam perut tanpa ragu, buah yang sudah ranum itu pun di telannya.
Rasanya sangat enak sekali di mulut sang bapak petani tua itu, dan yang lebih aneh lagi segala rasa sakit yang terasa di badannya telah hilang dengan sendirinya, kini dia mendadak sembuh dan tenaganya pulih kembali bahkan lebih kuat dan segar dari sebelumnya.
"Buah apakah yang barusan aku makan?" pikirnya, "membuatku kini merasa bersemangat kembali serta tidak loyo dan segala penyakit yang aku rasakan telah hilang begitu saja."
Akhirnya sang bapak petani tua itu menamakan buah tersebut dengan sebutan "Dewa" yang sangat manjur serta berkhasiat.
Dan ajaibnya pohon tersebut selalu berbuah setiap harinya serta banyak pula bisa untuk di jual oleh sang bapak petani tua.
Banyak sudah orang yang membeli buah dewa ini karena mempunyai khasiat yang sangat bagus buat kesehatan badan seseorang yang telah memakannya, tentu saja sekarang sang bapak petani tidak susah-payah lagi dalam mencari uang.
Untuk mencukupi kebutuhan hidupannya sehari-hari, kini telah di dapat uang yang cukup banyak namun dia tetap saja tidak sombong dan selalu berbaik hati kepada siapa saja.
Banyak sudah orang yang mencari buah Dewa yang berkhasiat ini, sampai dari luar daerahnya dan mungkin dari tempat yang lebih jauh dari tempat tinggalnya.
Pertolongan yang tulus dengan niat baik dan bagus yaitu menolong tanpa pamrih, pasti suatu hari akan berbuah bagus dan baik pula yang akan mendatangi kehidupan siapa pun. Sekian.
Bagus ceritanya
BalasHapusTerimakasih Syifa
Hapus